Thursday, October 9, 2008

Agama dan baju lebaran anak

Salah satu hal yang saya ingat saat menjelang lebaran ini adalah sebuah pendapat yang mengatakan kurang lebih: bagi anak kita "agama adalah seperti baju lebaran". Jadi seandainya anda orang orag tua yang punya anak jangan paksa anak kita dalam memilihkan baju untuk lebaran. Setiap orang termasuk anak kecil punya selera masing-masing . Jangan kita memaksa anak agar dia harus memakai baju lebaran yang berwarna putih misalkan. Warna putih memang terkesan lebih bersih, namun warna lain mempunyai kelebihan juga. Jangan pula mengharuskan anak perempuan kita mengenakan rok panjang, karena celana panjang juga bisa dikenakan dengan enak dan sopan. Yang penting kita memandu saja anak kita dalam memilih baju lebarannya. Kita tuntun anak kita agar mengenakan pakaian serasi, rapi dll.

Begitupula dengan agama bagi anak kita. Tidak ada satu agama yang mempunyai memonopoli kebenaran, semua agama mengajarkan kebaikan. Semua agama menuju kebenaran. Anak boleh memilih agama mana yang akan dia anut. Atau bahkan kita mengenalkan agama-agama yang ada, nanti anak bisa memilih terutama kalau sudah agak dewasa. Jangan dikte anak kita karena dia juga mempunyai pendapat, pemikiran yang harus kita hargai. Dia adalah manusia yang utuh yang dianugerahi pikiran untuk digunakan. Sebagai guru atau pengelola sekolah kita mesti mengenalkan siswa bukan hanya pada satu agama saja. Kita kenalkan siswa muslim kita pada agama lain dari sudut pandang agama itu. Jangan hanya ada pelajaran agama Islam saja untuk anak yang orang tuanya muslim. Bisa juga pelajaran agama Islam itu dihapus saja, diganti dengan pelajaran yang memperkenalkan agama-agama yang ada.

Meski pendapat ini merupakan pendapat yang 'biasa-bisa saja, tidak perlu dibesar-besarkan, jangan diulang-ulang diperdebatkan' karena ya dicetuskannya saja 'sambil makan kacang saat nonton TV', demkian menurut yang mencetuskannya dan teman-temannya. Bagi saya pendapat seperti ini merupakan pendapat yang 'revolusioner' dalam konteks yang negatif dan sangat merusak. Dan memang ternyata inti pendapat semacam itu merupakan pendapat final yang ingin ditegakkan, bukan sekedar ide awal saja, bukan sebuah draft ide yang nantinya bisa berubah total. Meski tidak setiap pendapat dan tindak tanduk kelompok itu negatif, sebagaimana juga pendapat dan tindak tanduk kita, namun pendapat semacam itu dan pendapat-pendapat liar lain tidak sulit kita temui dalam komunitas yang menamakan diri Jaringan Islam Liberal. Pendapat-pendapat liar sebagaimana 'agama seperti baju lebaran' itu merupakan pemikiran yang sangat mereka perjuangkan. Kita akan ketemu lagi dan ketemu lagi dengan pendapat semacam itu dalam topik-topik lain. Issue-issue krusial dalam Islam merupakan bagaikan bahan eksperimen yang hasilnya mengejutkan dan dengan demikian enaknya dicetuskan.

Tentu tidak semua orang yang bersimpati dengan kelompok itu sependapat dengan pendapat 'agama seperti baju lebaran' tersebut, namun orang itu hanyalah minoritas.

Tidak sedikit orang yang energinya dipakai untuk memperdebatkan hal semacam itu. Saya pernah ikut dalam diskusi-diskusi maya atas hal-hal seperti itu. Namun kemudian saya -orang berprofesi di bidang teknologi- lebih baik menaham diri, kita jangan terlalu tergoda untuk menghabiskan tenaga kita untuk pendapat semacam itu. Meski demikian kita juga jangan berdiam diri sama sekali, kita harus sesekali menyampaikan pendapat kita kepada sebanyak mungkin orang secara efisien, kita sampaikan pendapat misalkan melalui milis dan blog. Kita lebih kosentrasikan jihad kita ke bidang kita masing-masing.

@Prawiromanan, Yk.