Friday, September 26, 2008

Cost sensitve learning

Barusan diskusi dengan mhs ITTelkom, Sugi, yang sedang mengerjakan penelitian untuk TA ttg cost sensitve learning.

Dengan merujuk pada metoda COSTING pada Cost-Sensitive Learning by Cost-Proportionate Example Weighting. Dimana pada metoda ini diperhitungkan cost atau benefit per instance, bukan dengan cost atau benefit matrix.

Beberapa poin dari diskusi:

NILAI BENEFIT

Untuk kasus churn prediction sebagai benefit dari setiap instance (di sini adalah customer) bisa besarnya jumlah pulsa, atau lebih umumnya lagi "customer value". Namun sebaiknya ada nilai kuantitatifnya. Pada data training, dibuat sebuah atribut baru yang berisi nilai "benefit", dimana untuk customer yang mempunyai class "churn" nilai benefitnya adalah dari nilai tersebut, sedangkan untuk customer yang "loyal" nilai benefitnya diset nol. Mengapa? Karena untuk customer yang churn pada training set jika ditebak benar sebagai churn, dianggap dapat dicegah agar tidak churn. Sedangkan customer yang loyal, jika ditebak menjadi churn tidak memberi benefit namun kalau ditebak benar sebagi loyal juga tidak memberi benefit.

Jika dianalogikan dengan data donasi pada KDD Cup 98. Nilai benefitnya dalah besarnya donasi. Yang menyumbang: analog dengan churn, sedang yang tidak menyumbang dianalogikan dengan loyal.

NILAI COST

Untuk yang nilai costnya belum diketahui (kalau untuk kasus KDD Cup 98 ttg donasi, costnya adalah biaya untuk mengirim brosur), kita bisa menjadikan cost sebagai satu variabel. Kita buat grafik dimana sumbu X adalah cost, dan sumbu Y adalah total benefit hasil prediksi.

EVALUASI


Evaluasi utama yang bisa dilakukan adalah besarnya total benefit dari hasil prediksi.
Beberapa evaluasi lain perlu dilakukan: top decile lift n%, gini index. Ada baiknya juga total benefit untuk misalkan top n%.

Sedangkan F-measure untuk kelas minor bisa digunakan sebagi informasi tambahan.

LAIN-LAIN

Metoda COSTING ini dapat digolongkan sebagai upper sampling?

Tuesday, September 23, 2008

Wakaf untuk masjidil haram, menjamu orang yang berbuka

Subuh pagi di bulan Ramadhan penah berkah ini di masjid dekat rumah, seorang pemuda dengan sangat menariknya memberikan ceramah.
"Di tanah suci Mekah saat ini terjadi pwmbangan Masjidil Haram yang intensif. Perluasan besar2an".
"Salah satu hal menarik yang patut kita tiru adalah semangat penduduk setempat untuk berinfak"
"Untuk perluasan Masjidil Haram banyak hotel, toko, rumah disekitarnya yang harus digusur, diratakan dengan tanah"
"Berapa harga tanah disitu?"
"Harganya paling mahal di dunia, sekitar Rp. 600 jt per m2"
"Namun yang patut kita contoh, ada beberapa pemilik tanah yang mewakafkan tanah2 mereka untuk perluasan masjid. Meraka tidak minta ganti rugi"
"Semangat ini diikuti juga dengan hebatnya smangta kontraktor pembangunan perluasaa masjid. Mereka hanya minta bayaran 1 Real untuk pekerjaan besar itu"

Kemudian pemuda itu melanjutkan dengan kisah lain di tanah suci, saat bulan Ramadhan di sana.
"Jika kita berada di tanah suci saat bulan Ramdhan, misalkan di masjid Nabawi di Madinah kita akan menjumpai hal-hal yang sangat meyejukkan, sekaligus mengharukan"
"Banyak orang berlomba-lomba untuk memberi makanan untuk berbuka puasa, mereka proaktif 'mengejar' orang untuk diajak berbuka hingga ke toliet masjid mereka mencari dan menunggu orang untuk diajak berbuka menyantap makanan yang mereka sediakan"
"Hebatnya lagi mereka mengajak anak-anak mereka membantu mereka untu melayani orang-orang itu"
"Segala mereka sediakan termasuk misalakan tisue"

Ustadz muda itu mengakhiri ceramah subuh nya "Kita harus meniru semangat mereka yang sangat antusias, berlomba-loba dalam berinfak"

Dalam perjalan pulang dari masjid saya berfikir, alangkah hebatnya mereka. Namun juga timbul harapan (atau pertanyaan?): andaikan pemerintah2 di Timur Tengah yang kaya raya itu, juga banyak penduduknya yang berlimpah hartanya itu mau proaktif, "menguber" orang-orang miskin yang banyak itu: di Afrika, di Asia Selatan, juga di Indonesia untuk dibantu. Andaikan mereka proaktif dan sistematis dalam upaya memajukan ummat. Atau sudah meraka lakukan? sudah??

Satu jari menunjuk ke mereka. empat jari menunjuk ke diri sendiri. "Apakah aku juga sudah berupaya sebaik mungkin membantu orang lain?" "Dengan segala keterbatasanku".

@home, syly 1/2

Tetangga... makhluk sosial... salesman... dakwah...

Dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya interaksi dengan tetangga, dengan sejawat di kantor, dengan teman kuliah tidak jarang kita menjumpai tetangga, teman yang cuek. Bayangkan misalkan disebelah rumah kita ada rumah yang dikontrakkan, penghuni lama pergi tanpa kita tahu pasti kapan dia pergi karena mereka tidak "pamit" saat hendak pergi. Lalu rumah itu ada penghuni yang baru, satu dua hari, satu dua pekan, satu dua bulan berlalu. Tiba-tiba kita tersadar, lho kita kok belum kenal dengan mereka? Yah... biasanya kalau kita pindah rumah, kita silaturahmi mengenalkan diri, "sowan", ke tetangga2 kita.

"Mereka kok belum memperkenalkan diri yaaa?".
"Kayaknya mereka ke tetangga kalau hanya ada perlu saja, misalkan kalau akan mengunakan sebagai kantor mereka ke tetangga karena memang dipersyaratkan ada ijin tetangga".

"Yuk kita proaktif mendekati mereka".
"Ah nggak enak, malas menghadapi tetangga yang cuek seperti ini". "Siapa yang butuh?"

Begitulah.. dalam hidup betetangga, berteman.. tidak jarang kita jumpai orang yang merasa membutuhkan kita.
Apakah memang perlu kita "membaiki" tetangga seperti itu?
Apa salahnya kita jalan sendiri-sendiri tanpa harus iteraksi dengan beberapa tetangga dekat. Cukup kadang tersenyum kalau ketemu, secukupnya. Kan kita behubungan baik dengan banyak tetangga lain. Hanya karena tetangga yang itu saja yang cuek.

Di sisi lain.
Bagaimana dengan teladan kita, Rasulullah SAW bila menghadapi situasi seperti di atas?
Mengalir begitu saja, biarkan yang cuek kita hadapi apa adanya secara pasif. Kalau mereka tersenyum ketemu kita, ya kta balas senyum; kalau mereka cuek ya kita biarkan.
Rasulullah seperti itu?
Saya pikir, TIDAK.

Kita membutuhkan mereka. Seorang muslim mempunyai kewajiban untuk menghidupkan situasi, untuk menjalin persaudaraan yang baik dengan tetangganya, dengan temannnya. Bahkanpun kalau tetangga dan teman kita memusuhi kita, mestinya kita tetap aktif mencoba memperbaiki keadaan.

Bayangkan seoran salesman. Calon pembelinya ogah2an apa sang salesmen juga ogah2an?

Kita adalah juga salesman. Kita "mejual" nilai-nilai keislaman: persaudaraan, kehangatan, keikhlasan... etc etc
Kita semua adalah pendakwah, da"i.

@home, syly 1/2

Monday, September 22, 2008

textbook kehidupan

Referensi utama seorang muslim sepanjang hayatnya adalah al Quran. Kitab suci itu mestinya sudah lusuh sering kita bolak balik. Itu mestinya.....

Sunday, September 21, 2008

merencanakan profesi anak kita

Banyak profesi seseorang krn turun temurun dari keluarga atau lingkungan. Sambil menunggu mobil sy dicuci, sy ke tukang cukur. "Mas, belajar nyukur dimana?", "Belajar sendiri pak, sejak bapak dan kakek sy sdh biasa nyukur. Di kampung sy di Garut banyak tetangga yg berprofesi sbg tukang cukur".

Tanggungjawab orang tua untuk mengantarkan anak mempunyai profesi yg baik. Jika anak kita sdh di kelas 2 atau 3 SMA kita mestinya sdh merencanakan bersama dg anak secara agak spesifik anak kita arah profesinya ke mana. Orang tua tidak selayaknya mengalir begitu saja dlm memikirkan profesi anak nanti. Jangan semata-mata mengandalkan tradisi keluarga. Apapun profesinya jika dilakukan secara profesional insya Allah bisa untuk penghidupan dan bermanfaat bagi masyarakat. Profesi yang dipilih jangan semata karena pertimbangan unt penghidupan keluarga saja. Artinya jangan memilih jurusan saat kuliah hanya karena pertimbangan mudah nyari kerjanya. Saya bayangkan misalnya ahli sejarah, khususnya yg terkait dengan sejarah ummat, merupakan profesi yg sangat penting meski mungkin relatif "kering". Sangat menarik kalau ada tulisan2 ttg sejarah ummat yg mudah dibaca namun analisisnya mendalam. Misalnya kita jadi lebih paham mengapa ummat Islam saat ini inferior. Setelah paham bisa menjadi lebih tepat apa yang kita lakukan. Menjadi lebih termotivasi dll. @metro barber shop, bubat bdg

tarawih anak-anak di masjid

Alhamdulillah, di masjid dekat rumah diselenggarakan tarawih untuk anak-anak (TK dan SD). Ini kali kedua, pertama Ramadhan tahun lalu. Kalau Ramadhan lalu hanya menyelenggarakan untuk 10 hari, tahun ini 20 hari. Di hari terakhir dilakukan buka bersama. Kebetulan di kompleks masjid itu ada TK yang mempunyai gedung terpisah dari masjid. Tarawih anak-anak itu di gedung-gedung TK itu yg bersebelahan dengan masjid. Para "penceramah"nya guru2 TK dan SD, baik TK masjid itu maupun diundang dari sekolah lain. Saya lihat anak-anak cukup senang terlibat dalam cerita/kisah yg mereka sampaikan. Berbeda dengan ceramah tarawih untuk orang dewasa di masjid yang berlangsung searah, di tarawih anak-anak interaktif rame dan seru. Seringnya "ceramah" untuk anak-anak lebih lama dibandingkan dengan yang di masjid. Ada sekitar 40 s/d 60 anak yang ikut. Beberapa anak yang masih kecil ditemani ibunya yang ikut shalat bersama anak-anak. Masjid itu berada di perumahan "kelas menengah" yang banyak diantaranya sudah pensiun, sehingga jumlah anak yang ikut segitu sangat menggembirakan. Imam dan panitianya para pemuda/i setempat. Untuk lebih memotivasi, panitianya membuat pin yg lucu tentang tarawih anak, dibuatkan kartu kehadiran per anak, dan setiap mau pulang diberi snack. Disamping itu beberapa anak menjadi asisten dan diberi name tag. Anak-anak juga dilatih berinfak dalam tarawih itu.

pengumuman jum'atan

Ada sebuah masjid yg pada setiap sebelum khotbah sholat Jum'at ada himbauan kurang lebih "harap alat komunikasi disesuaikan dengan kondisi". Mengapa tidak eksplisit saja "harap handphone dimatikan" saja? Bukankah "alat telekomunikasi" itu ya HP, tidak ada yang lain (pager misalnya). Bahasa seperti pengumuman itu mengingatkan saya pada bahasa pemerintah seperti "harga disesuaikan" yang sering kita dengar terutama saat Orba. Sayangnya lagi pengumuman itu di masjid kampus.

sholat berjamaah di masjid sbg sarana mempererat persaudaraan

Untuk lebih mempererat persaudaraan, setiap selesai sholat jamaah di masjid hampiri satu dua orang, salami, jabat tangan yg tulus, ajak berbincang meski sebentar.

calon penghuni surga: tdk dengki

Barusan pulang sholat tarawih, dlm ceramah diceritakan kisah yg populer ttg orang yg dikatakan Rasulullah sbg penghuni surga. Orang itu "amalannya hanya "standar" sebagaimana para sahabat Rasulullah yg lain, tidak terlihat ada yg sangat menonjol. Saat ditanya oleh sahabat Abdullah bin Umar dia mengatakan bahwa dia TIDAK PERNAH DENGKI/HASAD terhadap orang lain.

Persepsiku:
Jika orang lain mendapatkan prestasi/kesenangan/kenikmatan/rezki kita jangan iri/dengki, menggunjingkan, mencari-cari sisi negatif terkait prestasi orang itu. Bahkan kita sebaiknya bersyukur, memberi selamat dll kepada ybs.

Saturday, September 20, 2008

uji kesabaran di jln tol

Salah satu cara uji kesabaran: saat nyetir di jln tol kecepatan maksimal 80km/jam, padahal mobil kita bisa melaju lebih kencang. Sabar mentaati batas maksimal kecepatan, sabar saat disusul mobil lain yg mendahului kita meski dg ugal-ugalan. @holistik.pasawahan.purwakarta

sehat lalu koma

Barusan sy baca di koran: seorang atlit sepeda koma sdh 10 hr ini, ada benjolan
di otak yg menekan syaraf, padahal 3 hr sebelum koma masih berlatih.
Hikmah bagi kita bahwa kita mesti selalu meningkatkan keimanan krn
segala kemungkinan buruk bisa terjadi kapan saja. @kembar traditional market, moch toha, bdg

--
Posted By Moch ARIF Bijaksana to MY Moch Arif Bijaksana at 9/20/2008
07:18:00 AM