Publikasi Internasional Ilmuwan Indonesia Sangat Rendah
Jakarta, Kompas - Padahal, publikasi internasional itu bisa membuat ilmuwan Indonesia dikenal ilmuwan dunia dan lembaga internasional, serta dapat membentuk jaringan internasional untuk kolaborasi riset.
Dari data yang disebutkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal, sejauh ini kontribusi Indonesia baru 0,8 artikel per satu juta penduduk. Angka tersebut jauh dibandingkan dengan India dengan jumlah penduduk 1,1 miliar kontribusinya 12 artikel per satu juta penduduk.
Arif Satria, Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor (IPB), pada acara Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Internasional di Bogor, Selasa (4/11), mengatakan, sebenarnya banyak hasil riset dosen dan mahasiswa yang layak dipublikasikan di jurnal internasional. Namun, persoalannya, menulis di jurnal berbeda dengan menulis di koran. Selain harus berbahasa Inggris, untuk publikasi memerlukan waktu hingga dua tahun, dan sering butuh biaya mahal.
Menurut Arif, rendahnya publikasi internasional antara lain disebabkan ketidaktahuan cara memublikasi, keterbatasan biaya publikasi, ketidaksabaran melayani reviewer, dan lingkungan akademik yang kurang mendukung. ”Padahal, dari sisi substansi atau materi hasil riset yang akan dipublikasikan, sebenarnya tidak masalah,” ujarnya.
Publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional, ujar Arif, akan memasukkan dosen atau peneliti tersebut ke dalam lingkungan komunitas tertentu yang bisa saja punya pengaruh pada lembaga-lembaga internasional. Bagi universitas yang memiliki visi untuk menjadi universitas bertaraf internasional, jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional akan mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu indikator penilaian.
Menurut Arif, pelatihan penulisan artikel ilmiah di IPB mulai dilakukan secara rutin setiap tahun. Saat ini, beberapa fakultas dan pusat studi di IPB sudah menciptakan insentif bagi dosen atau peneliti yang mampu melakukan publikasi internasional dan dimuat di jurnal internasional yang memiliki impact factor yang tinggi. Semakin tinggi impact factor, maka jurnal tersebut semakin bereputasi.
Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, mengatakan, Depdiknas akan membiayai pembuatan karya ilmiah sehingga bisa menembus jurnal internasional. Selain itu, pemerintah akan membiayai sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta untuk berlangganan e-jurnal internasional agar para dosen dan peneliti mempunyai akses ke jurnal tersebut. (ELN)